Bolmut, Sulut – Brasnews.net, Progeram Jumpa Umat (Jumat) dalam kegiatan Safari Jum’at yang digelar Kantor Kemenag Kab. Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) bertempat di Mesjid Al-Ikhlas Desa Dalapuli, Kec. Pinogaluman, Jum’at (11/10/24).
Kegiatan yang diawali dengan Khutbah Jum’at disampaikan oleh Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam, H. Abdullah Diu yang dilanjutkan dengan sosialisasi serta penguatan persoalan keagamaan oleh Kepala Kantor, Idrus Sante.
Dihadapan jemaah, Kepala Kantor mengutarakan persoalan yang hingga saat ini masih terus terjadi di tengah kehidupan sosial, yakni pernikahan dibawah umur.
Sejatinya menurut Idrus, batas minimal usia perkawinan seseorang yang diatur oleh negara melalui Undang-Undang yakni 19 tahun bagi kedua pasangan.
Idrus menegaskan bahwa pernikahan anak tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik dan mental anak, tetapi juga mempengaruhi masa depan mereka.
“Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa yang harus kita lindungi. Menikahkan anak di usia dini, selain melanggar hukum, juga berpotensi besar merusak masa depan mereka”, Tegas Idrus.
Lebih lanjut Idrus menyampaikan peran orang tua menjadi poin penting dalam kelangsungan hidup yang layak bagi masa depan seorang anak, sehingga para orang tua diharapkan bijak dalam menentukan masa depan mereka dengan tidak menikahkan anak-anak sebelum mencapai usia yang cukup dan siap secara mental serta fisik.
“kita bukan lagi ada di zaman dulu yang bisa menikahkan anak usia dini, usia pernikahan sudah diatur untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita”, Ungkapnya.
Selain itu Idrus juga menambahkan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Agama, terus berkomitmen untuk mengurangi angka perkawinan anak dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang masih rentan terhadap praktik tersebut.
Tidak hanya sampai disitu Idrus juga meminta kepada pemerintah desa, tokoh adat dan masyarakat untuk membantu pemerintah dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memperbaiki manajemen pencatatan peristiwa pernikahan.
Terkadang kebiasan dahulu katanya, melangsungkan pernikahan hanya didasarkan pada musyawarah keluarga dan pemerintah desa, yang terkadang mengabaikan proses tahapan pencatanan nikah. Namun saat ini berbeda ungkapnya, seiring perkembangan zaman proses pencatatan nikah pun sudah tersentuh dengan digitalisasi, sehingga prosesnya berbasis online.
“pencatatan nikah tidak seperti dulu yang tinggal tulis buku nikah secara manual, sekarang beda, harus berbasis online”, Ungkap Idrus menjelaskan.
Diketahui pencatatan nikah bisa selesai apabila semua syarat yang diharuskan dalam proses permohonan kehendak nikah terpenuhi lebih dahulu, seperti surat permohonan dari desa, termasuk surat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila dipaksakan menikah meski belum cukup umur dengan alasan tertentu.
Idrus berharap pemerintah desa, pemangku adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama melakukan hal ini, agar pencatatan peristiwa nikah disuatu wilayah bisa berjalan dengan baik sesuai standur operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh pemerintah. (Talia)