Banda Aceh Brasnews.net –Setiap tahun, tepat pada 15 Agustus, Aceh mengenang peristiwa penting dalam sejarahnya, sebuah titik balik dari derap konflik menuju pelukan damai. Hari Damai Aceh bukan sekadar peringatan, melainkan lentera yang terus menyala dari jantung sejarah, menuntun langkah menuju masa depan yang lebih bersinar.
Bagi Drs. Isa Alima, Ketua Patriot Bela Nusantara (PBN) sekaligus Ketua Asosiasi pers nasional dari ASWIN, Hari Damai adalah waktu paling tepat untuk memperkenalkan wajah baru Aceh kepada dunia. Aceh hari ini, katanya, bukan lagi tanah yang dicitrakan dengan konflik, tapi negeri yang damai, memesona, dan terbuka bagi siapa pun yang ingin datang dan menyapa.
> “Hari Damai adalah cermin bahwa Aceh telah bangkit. Bukan hanya dari luka, tapi juga dari stigma. Ini adalah momentum strategis untuk menampilkan Aceh sebagai daerah wisata yang bersahabat, berbudaya, dan berkelas dunia,” ujar Isa Alima, Minggu (3/8).
Aceh kini tampil dalam wajah yang menyejukkan: pantai-pantai yang perawan, pegunungan sunyi yang menenangkan, desa-desa adat yang bersahabat, dan jejak peradaban Islam yang tetap terjaga. Dari Sabang hingga Singkil, dari pantai barat hingga dataran tinggi Gayo, kedamaian telah menjelma menjadi kekuatan wisata yang tidak dimiliki daerah lain.
> “Citra Aceh tidak boleh lagi dikurung oleh masa lalu. Dunia perlu tahu bahwa Aceh hari ini adalah tempat yang aman, bersih, menawan, dan terbuka. Hari Damai harus menjadi titik tolak promosi wisata Aceh ke pentas nasional dan internasional,” lanjutnya.
Isa Alima juga mengusulkan agar Hari Damai dijadikan bagian dari kalender pariwisata tahunan Aceh, melalui festival budaya, ekspedisi sejarah, hingga wisata religi yang menggugah. Menurutnya, damai tidak hanya dirayakan dengan simbol, tapi harus dihidupkan melalui gerakan bersama untuk masa depan yang lebih bermakna.
> “Dulu, Aceh dikenal karena perlawanan. Hari ini, biarlah Aceh dikenang karena keindahan dan kedamaiannya.”
Saat dunia mencari tempat yang otentik dan damai, Aceh menyodorkan dirinya, dengan segala pesonanya, dengan semangat barunya. Inilah waktu yang tepat untuk membuka pintu, menyambut dunia, dan membiarkan Aceh bersinar kembali, bukan karena sejarah yang getir, tapi karena masa depan yang indah.