Ketika Langit Menyentuh Kubah: Banda Aceh Menyapa Dunia

  • Bagikan
Drs. Isa Alima Pemerhati Sosial, Budaya dan Kepentingan Aceh.Ket fot.Dok:(Pribadi)

Banda Aceh Brasnews.net Di ujung barat Nusantara, ketika mentari mengintip dari balik Samudra Hindia, berdirilah Banda Aceh, sebuah kota yang tak hanya menyimpan sejarah, tapi juga menyulam harapan. Kota ini bukan hanya titik di peta, ia adalah puisi yang ditulis oleh air mata dan keteguhan, oleh doa dan kedamaian. Di sinilah, setiap tanggal 15 Agustus, langit tak hanya cerah, tapi juga menyapa bumi dengan pesan: damai itu mungkin, damai itu nyata.

*_Serambi Mekah, Dari Luka Menuju Cahaya_*

Masjid Raya Baiturrahman berdiri anggun di tengah kota. Kubah hitamnya bagai pelindung langit, memantulkan cahaya pagi yang lembut. Di balik megahnya arsitektur, tersimpan kisah berlapis: tentang sultan yang arif, penjajah yang datang silih berganti, konflik yang mengiris, dan akhirnya, perdamaian yang menyembuhkan.

Tak jauh dari masjid, Museum Tsunami Aceh mengingatkan dunia bahwa duka bisa diubah menjadi pelajaran. Dari lorong gelap penuh lantunan doa, pengunjung tiba di ruang terang: metafora dari perjalanan Aceh, dari gelap menuju terang, dari luka menuju damai.

Baca juga beritanya  Babinsa Koramil 06/Bukit Sambangi Kantor Desa Bukit Bersatu

*_Pariwisata Damai, Mewariskan Makna_*

Banda Aceh tak menjual gedung tinggi atau gemerlap. Kota ini menawarkan makna. Di Gampong Lampulo, kapal nelayan yang dahulu terhempas tsunami kini berdiri sebagai saksi hidup bahwa keajaiban itu nyata. Di PLTD Apung 1, yang terseret sejauh 4 km ke daratan, anak-anak kini bermain riang, di atas jejak tragedi, tumbuh taman edukasi.

Banda Aceh membangun bukan dari beton dan baja, tetapi dari narasi dan semangat kolektif. Setiap lorong, setiap kedai kopi, setiap azan yang berkumandang, membawa cerita tentang kota yang pernah runtuh, dan memilih untuk bangkit.

Baca juga beritanya  Pengamanan dan Pengecekan Gudang KIP Kabupaten Aceh Tamiang

Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh: Merajut Jejak, Menyambut Dunia

Melalui peran strategis Dinas Pariwisata, Banda Aceh kini hadir sebagai kota yang mengedepankan wisata berbasis edukasi, spiritualitas, dan ketahanan budaya. Peta tematik disusun, situs tsunami direvitalisasi, festival budaya islami digelar, dan narasi digital dikembangkan.

> “Kami tidak menjual tempat. Kami mengundang dunia untuk merasakan hikmah.”

*_Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh_*

Program-program yang diinisiasi tidak hanya bersifat promosi, tapi juga pelestarian nilai. Banda Aceh bukan sekadar tempat berfoto, melainkan ruang untuk merenung, belajar, dan kembali pulang dengan hati yang lebih utuh.

_*15 Agustus: Bukan Hanya Tanggal, Tapi Tekad*_

Peringatan Hari Damai Aceh adalah pengingat bagi dunia bahwa konflik bisa diselesaikan, bahwa luka bisa sembuh, dan bahwa kota-kota bisa dibangun kembali, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin.

Baca juga beritanya  Kajari Belitung Timur Audensi dengan Bupati

Hari ini, 15 Agustus, langit Banda Aceh kembali bersih. Seakan menyentuh kubah Baiturrahman, membawa doa-doa damai yang tak pernah padam. Kota ini tidak lagi menangis, tapi tersenyum, menyambut siapa pun yang datang dengan langkah ringan dan hati yang terbuka.

Banda Aceh Menyapa Dunia

Di hari damai ini, Banda Aceh menyampaikan satu pesan sederhana namun kuat:

> “Aku bukan hanya tempatmu singgah, aku adalah tempatmu belajar bahwa damai lebih indah dari dendam. Bahwa bangkit itu mungkin. Bahwa hidup, meski penuh luka, tetap bisa indah dan berarti.”

📍 Karena Banda Aceh bukan sekadar kota. Ia adalah jiwa. Ia adalah pelajaran. Ia adalah salam damai dari barat negeri, untuk dunia yang sedang mencari cahaya.

Oleh : Drs. Isa Alima
Pemerhati Sosial, Budaya dan Kepentingan Aceh.

Penulis: Isa AlimaEditor: Redaksi
  • Bagikan