Opini: Menjaga Lisan di Era Digital, Antara Viral dan Amanah Agama

  • Bagikan
Ket Foto : Ilustrasi

Perkembangan teknologi telah membawa manusia pada sebuah zaman di mana informasi menyebar begitu cepat, tanpa batas ruang dan waktu. Ucapan yang dahulu hanya terdengar di lingkup kecil, kini dapat dengan mudah direkam, dibagikan, dan menjadi konsumsi publik dalam hitungan detik. Akibatnya, kesalahan kecil dalam berkata-kata bisa menjelma menjadi masalah besar, bahkan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Fenomena ini membuat kita semakin sadar bahwa menjaga lisan bukan hanya persoalan etika sosial, tetapi juga amanah agama. Islam telah jauh-jauh hari mengingatkan tentang pentingnya menjaga ucapan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa lisan adalah bagian dari iman, dan setiap kata yang terucap akan dimintai pertanggungjawaban kelak.

Baca juga beritanya  Wakili Pangdam IM Kasdam IM Rapat Entry Meeting Dengan Tim Itjen Kemhan RI

Dalam kehidupan sehari-hari, lisan sering kali menjadi penyebab perpecahan, timbulnya fitnah, bahkan hilangnya rasa hormat antar sesama. Apalagi di media sosial, di mana kata-kata bisa dengan mudah disalahartikan, dipelintir, atau diprovokasi. Apa yang awalnya hanya sekadar candaan, bisa dianggap serius. Apa yang diniatkan sebagai kritik, bisa diterima sebagai penghinaan. Dari sinilah kemudian muncul fenomena “viral”, yang sering kali lebih banyak merugikan daripada memberi manfaat.

Baca juga beritanya  Pj Gubernur Sampaikan Raqan Aceh Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA TA 2023

Islam mengajarkan bahwa seorang muslim sejati adalah mereka yang mampu menjaga orang lain dari keburukan lisan dan tangannya. Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, di era digital ini, menjaga jari-jemari di media sosial sama pentingnya dengan menjaga lisan dalam percakapan sehari-hari.

Bijak dalam berucap berarti berfikir sebelum berkata, menimbang dampak sebelum menuliskan sesuatu, serta memastikan setiap kata membawa manfaat. Jika tidak, maka diam jauh lebih mulia. Prinsip ini sederhana, tetapi mampu menyelamatkan kita dari banyak persoalan dunia, sekaligus menjadi bekal kebaikan di akhirat.

Baca juga beritanya  Terkait PON, Pj Gubernur Aceh Tak Main-main, Warning Para Pihak Soal Sisa Waktu Persiapan PON

Pada akhirnya, ucapan adalah cermin kepribadian. Di tengah derasnya arus informasi, lisan yang terjaga akan meninggikan derajat pemiliknya, sementara lisan yang liar justru dapat menjerumuskan. Mari menjadikan ajaran Islam sebagai panduan: berkata baik, atau lebih baik diam. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga diri dari bahaya viral, tetapi juga menjaga kehormatan di hadapan Allah SWT.(*)

Penulis: Rahmat Ramadhan Editor: Redaksi
  • Bagikan