Banda Aceh – BrasNews
“Hal tersebut di ungkap oleh Muzakir Ketua LSM Ikatan Kontraktor Aceh (IKA), karena ketidak transparansi terhadap pengelolaan anggaran dalam pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit tersebut. Pada tahun 2024, rumah sakit tersebut melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa melalui sistem E-katalog dengan nilai yang sangat substansial, melebihi setengah triliun rupiah. Meskipun menggunakan platform E-katalog yang seharusnya meningkatkan transparansi, proses pengelolaan pengadaan di rumah sakit ini justru dilakukan dengan cara tertutup.” Ok
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan serius terhadap tata kelola dan transparansi di rumah sakit tersebut, terutama mengingat besarnya nilai pengadaan yang terlibat. Situasi ini memerlukan perhatian dan tindakan segera untuk memastikan akuntabilitas dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan dana publik.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan Negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Selanjutnya, pasal 9 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa :
1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala
2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
“Muzakir juga menegaskan jika pihaK RSUDZA tidak memberikan laporan pertanggungjawaban Keuangan terkait Pengadaan Baran dan Jasa ke Publik, maka pihaknya akan menempuh jalan Ajudikasi melalui Komisi Informasi Aceh terhadap Keterbukaan Informasi: pungkasnya
Selain itu, diperlukan keterlibatan dari Badan Pemeriksaan Keuangan Daerah (BPKD) untuk melakukan tindakan penting yaitu: 1. Melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana negara yang telah dialokasikan, audit ini berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan uang negara. 2. Transparansi Keuangan: Hasil audit BPKD dapat memberikan gambaran yang jelas dan transparan tentang alokasi dan penggunaan anggaran. 3. Panduan bagi Penegak Hukum: Temuan audit BPKD dapat menjadi acuan penting bagi Aparat Penegak Hukum dan informasi ini membantu dalam pengambilan keputusan dan tindakan hukum selanjutnya sehingga jika ditemukan penyimpangan maka hasil audit menjadi landasan kuat bagi Aparat Penegak Hukum untuk mengambil langkah-langkah tegas. 4. Deteksi Penyimpangan: Audit dapat mengungkapkan adanya indikasi kerugian negara atau adanya dugaan Mark Up. 5. Peningkatan Akuntabilitas: Keterlibatan BPKD dapat meningkatkan akuntabilitas dan 6. Perlindungan Kepentingan Publik: Proses ini memastikan bahwa dana publik digunakan secara tepat dan bertanggung jawab.
“Ketua (IKA) menyatakan sikap tegas terkait hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan Daerah (BPKD), Jika ditemukan bukti kerugian negara maka IKA siap mengawal kasus ini hingga ke pengadilan.” Pernyataan ini menunjukkan tekad kuat dari IKA untuk memastikan adanya transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan publik.(*)