Uang Aceh Mengalir Keluar Daerah, Saatnya Bangkitkan Produksi Lokal

  • Bagikan

Ket Foto : Chaidir Toweren ketua Pro Jurnalismedia siber (PJS) Aceh dan ketua Persatuan Wartawan kota Langsa (PERWAL). (doc)

Oleh: Chaidir Toweren

Brasnews.net —  Perbankan di Aceh memprediksi bahwa sekitar 40 persen perputaran uang dari provinsi ini mengalir keluar daerah. Angka ini bukan sekadar statistik. Ini adalah cermin dari lemahnya fondasi ekonomi lokal yang belum mampu menopang kebutuhan konsumsi masyarakat Aceh sendiri. Fenomena ini dianggap sebagai hal yang “wajar” dalam dinamika ekonomi, karena produsen barang dan penyedia jasa utama memang berasal dari luar Aceh. Namun, di balik kewajaran itu, kita tak boleh abai terhadap sinyal lemahnya daya saing daerah kita sendiri.

Logika sederhananya begini: masyarakat Aceh membutuhkan barang dan jasa. Karena sebagian besar barang yang dibutuhkan tidak diproduksi di dalam daerah, maka uang pun “terpaksa” keluar untuk membayar ke produsen di luar sana. Dari kebutuhan pangan, pakaian, hingga alat elektronik dan bahan bangunan, semuanya sebagian besar diimpor dari luar Aceh. Akibatnya, uang yang berputar di Aceh hanya sekadar lewat, bukan berakar.

Baca juga beritanya  Tanamkan Kedisiplinan, Satgas TMMD Reguler ke -119 di Desa Kaloy Latih PBB Anak SD

Fenomena ini seharusnya menjadi alarm keras bagi para pengambil kebijakan di Aceh, terutama dalam merumuskan arah pembangunan ekonomi daerah. Kita tidak bisa hanya berharap pada mekanisme pasar bebas. Ketika pasar dibebaskan tanpa fondasi produksi yang kuat di dalam daerah, maka Aceh hanya akan menjadi konsumen selamanya, menjadi pasar tanpa menjadi pemain.

Solusi Sederhana, Tapi Menantang: Produksi Sendiri

Jawaban atas masalah ini sebenarnya tidak rumit. “Kalau tidak ingin uang keluar, ya kita harus bisa produksi barang dan jasa sendiri.” Itulah inti dari persoalan ini. Namun di balik kesederhanaan pernyataan ini, terdapat tantangan besar yang membutuhkan kerja sama semua pihak, pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat.

Pertama-tama, kita perlu memetakan sektor-sektor strategis yang bisa dikembangkan di Aceh. Sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan industri pengolahan memiliki potensi besar. Sayangnya, selama ini yang terjadi justru dominasi produk luar yang masuk ke pasar-pasar lokal, menggantikan produk lokal yang kalah dari segi kualitas, kuantitas, maupun konsistensi produksi.

Baca juga beritanya  Unit Reskrim Polsek Langsa Tangkap Seorang Tersangka Penganiayaan Seorang Warga Alur Berawe

Pemerintah daerah harus hadir secara nyata dalam memperkuat hulu-hilir rantai pasok produksi lokal. Petani dan pelaku UMKM harus diberi dukungan bukan hanya dalam bentuk pelatihan, tapi juga kemudahan akses pasar, modal usaha, dan perlindungan terhadap serbuan produk luar.

Peran Penting Generasi Muda dan Dunia Usaha

Sudah saatnya kita mendobrak mentalitas sebagai “konsumen” dan membangun jiwa wirausaha yang produktif. Generasi muda Aceh perlu didorong dan difasilitasi untuk menjadi produsen, entah itu produsen barang, penyedia jasa, atau inovator digital. Mereka harus melihat potensi lokal bukan sebagai beban, tapi sebagai peluang usaha.

Sementara itu, dunia usaha lokal juga mesti mengambil peran lebih besar. Jangan hanya berkutat pada sektor perdagangan, tetapi mulai merambah ke sektor produksi. Buatlah produk yang tidak hanya bisa dijual di pasar lokal, tapi juga mampu bersaing di pasar nasional bahkan internasional.

Harus Ada Keberpihakan Kebijakan

Di sinilah pentingnya political will dari para pemimpin daerah. Jangan hanya bangga dengan realisasi anggaran, tetapi abai terhadap arah ekonomi jangka panjang. APBA dan APBK seharusnya bukan hanya jadi alat belanja birokrasi, tapi menjadi instrumen pembangunan ekonomi rakyat. Belanja pemerintah harus diarahkan untuk memperkuat produksi lokal, misalnya, dengan menetapkan kuota belanja produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa.

Baca juga beritanya  Tradisi "Meukat" Hidup Kembali, Serma Abdul Hakim Bantu Petani Seuneubok Tuha

Lebih dari itu, penting juga menciptakan regulasi yang mendorong masuknya investasi di sektor-sektor produktif, bukan hanya sektor konsumtif. Tanpa perlindungan dan dukungan serius terhadap produk lokal, maka selamanya kita hanya akan menjadi pasar yang tergantung.

Kita tidak bisa terus membiarkan 40 persen uang Aceh mengalir keluar tanpa ada upaya konkret menahannya. Ini bukan soal melarang masyarakat membeli barang luar. Ini soal membangun kemampuan kita sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Ini soal kedaulatan ekonomi.

Aceh punya lahan yang luas, sumber daya alam yang melimpah, dan tenaga kerja muda yang besar. Yang kurang hanyalah keberanian untuk mandiri dan komitmen bersama membangun fondasi produksi lokal yang kuat. Jika tidak dimulai sekarang, maka Aceh akan terus menjadi konsumen di tanahnya sendiri.

  • Bagikan